"Man Shobaro Dhofiro"
مَنْ صَبَرَ ظَفِرَ
Dalam terjemahannya, Mahfudzot yang ketiga ini diartikan sebagai berikut: “Siapa yang sabar beruntung”. Rencanaku untuk membuat tulisan tentang mahfudzot terhenti di sini. Bukan karena sesuatu yang sepele menurutku. Alasannya adalah karena makna sabar dalam terminologi pikiran orang Indonesia kupandang bukan seperti sabar yang seharusnya. Sekali lagi ini sih menurut pendapatku.
Oleh sebab itu aku ingin mengartikan mahfudzot di atas dengan arti yang berbeda: “Siapa yang konsisten dan kontinyu dalam kebaikan beruntung”. Hal ini kuharap bukan semata-mata bahasa otak-atik saja.
Dalam beberapa kesempatan Ustadz Rofi’ Munawar juga tidak sepakat bila sabar diartikan dalam arti defensif (dalam pikiran orang Indonesia, sabar berarti nrimo, dan tidak berusaha). Maka seringkali beliau membuat kata sabar memiliki arti yang provokatif dan ofensif. Namun bagiku, sabar itu adalah konsisten dan kontinyu dalam kebaikan.
Beberapa ayat di Al Quran, sabar senantiasa dihubungkan dengan hal-hal yang berat. Ia dimunculkan dalam beberapa peristiwa perang sebagaimana di Surat Al-Anfal 65-66. Kata sabar juga dimasukkan dalam kisah Thalut yang ditinggalkan sebagian besar Bani Israil namun mereka (Thalut dan sebagian kecil pasukannya) tetap melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah.
Ketika membuka tafsir ibnu Katsir tentang ayat 153 surat Al Baqarah: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. Sabar memiliki tiga dimensi
Dimensi pertama adalah menghindari larangan. Sabar harus diikutkan ketika ternyata hal-hal yang disukai ternyata dilarang dan ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk ditinggalkan.
Dimensi kedua adalah ibadah dan ketaatan. Sabar harus senantiasa digunakan ketika menjalankan ketaatan dalam bentuk ibadah kepada Allah. Meskipun ia tidak menyukainya, meskipun ia memiliki keterbatasan.
Dan dimensi ketiga adalah dimensi tabah dalam menghadapi ujian. Artinya tetap taat meski dalam ujian yang berat. Dan tetap menghindari larang meski banyak kenikmatan yang diberikan Allah.
Dari kesemua dimensi sabar itu semuanya menunjukkan nilai konsistensi dan kontinuitas. Seseorang yang sabar itu ialah mereka yang senantiasa berada dalam kebaikan, dan senantiasa berusaha untuk berada dalam kebaikan.
Dan untuk menunjukkan nilai kesabaran hamba-Nya, Allah memberikan ujian. Sejauh manakah konsistensi dan kontinuitasnya dalam kebaikan tetap terlaksana? Tidak hanya dalam kondisi yang sulit. Karena banyak orang yang berhasil ketika mendapatkan ujian berupa kesulitan hidup namun tidak berhasil dalam kenikmatannya.
Di kehidupan nyata konsisten dan kontinyu dalam kebaikan ini jugalah yang memiliki peran penting untuk menuju sebuah kesuksesan. Kita pasti sudah memiliki banyak kisah tentang konsisten dan kontinyu ini dalam berbagai macam kisah orang sukses di dunia. Muhammad saw, Ibrahim as juga para Nabi dan Rasul yang lain adalah sebuah teladan bagaimana mereka berdua tetap konsisten dan kontinyu dalam kebaikan meski banyak ujian mendera.
Begitu juga ketika berbicara tentang bisnis. Kita masih ingat Thomas Alfa Edison, Kolonel Sanders, dan yang terakhir adalah Steve Jobs. Mereka adalah pioner di dunia bisnis dan mereka menjadi sukses karena tetap memegang teguh konsitensi dan kontinuitas dalam kebaikan. Kita banyak belajar bahwa kesuksesan seseorang adalah karena keuletan dan pantang menyerah, sebuah nama lain dari konsistensi dan kontinuitas atau dalam bahasa Islam Sabar.
Maka sekali lagi: “Siapa yang konsisten dan Senantiasa selalu Bersabar dalam kebaikan pasti ia akan beruntung”
والله أعلمُ بالـصـواب